Al Wala’ wal Bara’ (loyalitas dan anti loyalitas) secara tersirat telah terkandung dalam kalimat “Laa ilaaha illallah”. Pada kesempatan kali ini mari kita coba mengupas satu per satu makna dari kata Laa ilaaha illallah dan Muhammadar Rasulullah yang menjadi dasar secara keseluruhan ajaran agama Islam.
Dalam kalimat Laa ilaaha illallah terkandung beberapa kata sebagai berikut :
- La - sebagai kata penolakan
- Ilaaha - sebagai yang ditolak
- Illa - adalah ungkapan pengukuhan (itsbat)
- Allah swt - adalah sebagai yang dikukuhkan (di-istbat-kan)
Terlihat secara garis besar, kalimat Laa ilaaha illallah terbagi menjadi dua bagian yaitu penolakan (Al-Bara’) dan pengukuhan (Al Wala’).
Al-Bara’ (melepaskan diri) mengandung konsekuensi menolak segala sesembahan selain Allah saja. Penolakan ini diwujudkan dalam bentuk mengingkari, membenci, memusuhi dan memutuskan hubungan dengan sesembahan lain selain Allah. Jadi bila seseorang telah menyatakan bersyahadat, bersumpah bahwa Tiada Ilah selain Allah, maka konsekuensinya dia harus mengingkari, membenci, memusuhi dan memutuskan hubungan dengan sesembahan selain Allah. Sesembahan itu antara lain patung-patung, ritual-ritual kesyirikan, atau pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan agama Islam.
Pada akhirnya, keteguhan dalam memegang syahadat ini adalah menghancurkan segala jenis toghut atau sesembahan selain Allah swt. Firman Allah SWT : “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja…” (QS. 60:4)
Bagian kedua dari kata Laa ilaaha illallah adalah berupa pengukuhan / loyalitas (Al-Wala’). Sebagai wujud dari loyalitas ini adalah taat, mendekati, membela dan mencintai. Jadi bila seseorang telah menyatakan bersyahadat, bersumpah bahwa Tiada Ilah selain Allah, maka konsekuensinya dia harus taat, mendekati, membela dan mencintai Allah semata. Adapun ketaatan, pembelaan dan kecintaannya pada yang lain harus dilakukan karena Allah saja, jadi bukan karena nafsu apalagi karena kesyirikan.
Pelaksanaan dari Laa ilaaha illallah bagian kedua ini adalah membangun. Membangun pribadi, membangun keimanan dan keyakinan serta membangun kecintaan dan loyalitas pada Allah SWT. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. 4 : 59)
Dua bagian ini apabila mampu kita laksanakan, maka hal itulah yang disebut dengan keikhlasan. Karena kita melakukan segala sesuatu atas nama Allah dan hanya untuk Allah. Seorang muslim yang ikhlas takkan terhina kalau dicaci dan takkan bangga kalau dipuji.
Lalu bagaimanakah teknis pelaksanaan dari Al-Wala’ wal Bara’ ini? Jawabnya ada di kalimat Syahadat berikutnya yaitu Muhammadar Rasulullah. Muhammad saw adalah wujud pelaksanaan konsep menghancurkan toghut dan membangun tauhid. Dalam memberikan contoh tauladan, Allah senantiasa menjadi sumber nilainya. “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (QS. 2 : 147)
Dari Allah, Muhammad saw kemudian mempraktekkan dalam kehidupannya sehari-hari yang merupakan contoh bagi seluruh umatnya. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. 33 : 21)
Kaum mukmin kemudian melaksanakan apa yang telah diturunkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. 33 : 36)
Maka agar kita senantiasa berada di jalan yang lurus, agar kita mampu melaksanakan syahadat yang telah kita ucapkan dan kita ikrarkan setiap hari jawabnya hanya satu yaitu ittiba’ (mengikuti perintah Rasulullah saw). “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 3 : 31)
Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang senantiasa berittiba’ pada Rasulullah saw sebagai wujud cinta kita pada Allah SWT.
2 comments:
thnx jzkk
waa.best.kalau ada selalu perkongsian macam ni.
Post a Comment